Senin, 05 Januari 2015

Kagumku, ketabahanmu- Tegar

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Tegar
Senja selalu pudarkan siang, karena sang mega datang untuk mengingatkan waktu maghrib akan segera tiba.
Masuklah ke dalam rumah, karena malam akan datang bersama sang dingin. Dingin yang mampu merasuk hingga ke dalam hati, dingin yang mampu membekukan bibir sehingga tak mampu lagi berucap.
Masuklah ke dalam rumah, karena di dalamnya ada kehangatan. Biarlah beku mancair karena datangnya kehangatan, sehingga pada bibirnya tersungging sebuah senyum dan suara merdunya mengiringi setiap tutur katanya.
Demi waktu Ashar, ketika gerimis mulai membasahi bumi yang gersang... Saat itu...

“Fajar, ayah Fajar masih ada?” tanya seorang kaka senior kepadaku.
“Masih ada teh, cuman tinggalnya di Jakarta sekarang mah. Emang kenapa gitu teh?” tanyaku balik, sedikit aneh dengan pertanyaan darinya.
“Beruntung yah Fajar mah masih bisa lihat ayah, kalo teteh mah engga tau wajah ayah itu seperti apa. Semenjak kecil ayah teteh udah engga ada, tapi mungkin teteh juga sempat digendong cuman kan teteh waktu itu masih kecil, jadi lupa lagi wajahnya.
Aku mulai paham arah pembicaraan yang dimaksud olehnya. Agak segan aku kembali bertanya “Maaf ya teh, maksudnya ayah teteh udah meninggal?”
“iyah, udah meninggal. Teteh tahunya gitu dari mamah teteh mah. Tapi pas SMA teteh baru tahu yang sebenarnya kayak gimana. Ternyata ayah teteh masih hidup pas teteh SMA juga." Jawabnya dengan mimik muka serius.
Disini aku mulai tertarik akan kisah masa kecilnya.

Pahitnya rindu akan segera terbalas oleh manisnya pertemuan.
Menumpahkan segala rasa yang ada, kepadanya yang mengisi relung hati selama ini.
Biarkan air mata ini tumpah, membasuh kebencian yang pernah hinggap... Habiskan saja!!
Sehingga yang tersisa hanyalah senyumku yang menawan.
Biarlah dia tahu bahwa aku adalah bidadari yang diciptakan untuknya.

"Maksudnya gimana teh?" Aku mencoba menarik arah pembicaraan agar lebih jelas.
"Gini, jadi pas teteh SD tuh mamah bilang kalo ayah teteh udah meninggal. Tapi pas teteh SMA, ketika mau berangkat sekolah ada pria udah cukup tua yang ngejemput teteh. Dia ngakunya paman teteh, adiknya ayah. Teteh takut waktu itu karena sebelumnya belum pernah ketemu. Tapi dia hafal mamah teteh juga, bahkan disuruh buat ketemu mamah dulu, minta izin"
Aku ingin menangis, tapi dia bilang bahwa dirinya tidak diajarkan untuk menjadi wanita yang cengeng. Jangan pernah terlihat lemah dihadapan orang lain.
"Oh my God, sosok di depanku begitu anggun tapi dia memiliki hati sekuat baja. Tapi aku tahu bahwa hatinya telah rapuh dan begitu rentan tersakiti" gumamku dalam hati. Kini aku mulai mengaguminya.
Selanjutnya.... (Bersambung!)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar